FRIENDSHIP

FRIENDSHIP
pantai

Rabu, 21 Oktober 2009

perencanaan

Mata kuliah Manajemen Peseta Didik, menjelaskan apa itu perencanaan. Perencanaan dalam proses pembelajaran sangat penting dengan mengetahui apa itu perencanaan kita dapat dengan akurat dan tepat menyelesaikan setiap masalah, yang terjadi. Sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu Perencanaan. Perencanaan menurut para ahli antara lain :

a. Prof. Dr. Yusuf Enoc

Perencanaan Pendidikan, adalah suatu proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepadanpencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara.

b. Beeby, C.E.

Perencanaan Pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut.

c. Menurut Guruge (1972)

Perencanaan Pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan.

d. Menurut Albert Waterson (Don Adam 1975)

Perencanaan Pendidikan adala investasi pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan social.

e. Coombs (1982)

Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang rasional dianalisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat

f. Y. Dror (1975)

Perencanaan Pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh dari suatu Negara.

Menurut para ahli ini di kutip dari : http//renggani.blogspot.com

Pada saat pengambilan keputusan tentunya memilih terlebih dahulu alternative terbaik untuk penyelesaiana masalah tersebut, dari alternative tersebut dapat dari permusawarahan bersama ataupun dapat dari pengalaman yang terjadi pada orang lain untuk mengambil manfaatnya, dan menjauhi atau mengecilkan yang terjadi yang tidak baik. Pada saat perencanaan pun harus lah secara sistematis atau terencana dan berurut, kita perlu langkah-langkah dan prinsip-prinsip yang akurat dan ilmiah untuk mempertegas dan memperkuat keterangan yang kita dapatkan.

Saat perencanaan telah sampai pada goal nya maka perencanaan dari tujuan yang kita cita-citakan akan tercapai dengan baik.

Perencanaan itu untuk Apa?

Perencanan untuk menentukan arah dan tujuan kita, misalnya bila kita ke sekolah swasta kita mendapatkan permasalahan dan keuntungan seperti ini, apabila kita mengambil sekolah negeripun sama. Dengan pengarah tersebut kita dapat dengan pasti mengambil keputusan yang terbaik. Dengan perencanaan pula kita dapat menentukan kapan dan bagaimana kita mngerjakan tugasa tersebut, dengan menentukan tersebut pekerjaan akan dapat tercapain dengan waktunya. Selain itu kita dapat melihat bagaimana mengerjakannya dan siapa saja yang dapat mengerjakanya sambil menentukan Jobdes lalu kita dapat melihat tingkat keberhasilan dan kegagalan. Dengan pembagian tugas tersebut dapat diketahui dimana letak kesalahannya.

Faktor Eksternal

· Analysis, dengan menganalisis permasalahan kita dengan mudah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

· Indusrty and Market, melihat pasar dan industri dengan baik maka kan membantu mengarahkan bila bagaimana menanggapinya dan memperluaskannya, contohnya saja melihat bagaimana banyaknya sekolah internasional yang sedang di gemari karena menjanjikan sesautu yang terbaik.

· Competitor/Pesaing, dengan melihat pesaing di luar sana akan memacu kita untuk membuat strategi dnegan baik. Misalnya saja sekolah UI sudah melakukan pendaftaran masuk Mahasiswa semejak bulan Maret karena melihat pesaingan mereka adalah ITB maupun Universitas yang ada di Luar Negeri maka dia membuka lebih dahulu.

· Politic and Regulatory, kebijakan pemerintah pun harus menjadi patokan yang harus diperhatikan, karena pemerintah sudah menentukan bagaimana kebijakan yang terbaik untuk negeri ini.

· Sosial, harus liat tingkat social dan religus, dnegan melihat hal tersebut dapat merasa nyaman dan aman untuk mempercayakan seseorang untuk tertarik di sekolah tersebut, contohnya sajabanyaknya sekolah yang menanamkan agama agar anak didik bias membatasi diri dari lingkungan yang kurang baik bagi dirinya.

· Macroeconomic, melihat kemampuan vinansial orang lain, karena bila membangun sekolah dilingkungan yang kurang mampu tetapi sekolah yang kita maksudkan untuk yang mampu maka sekolah tersebut sulit di jangkau orang tersebut.

· Tehcnological,dalam zaman seperti ini teknologi sangatlah penting dan berguna untuk kemajuan pendidikan, pula pengembangan pendidikan.

Senin, 19 Oktober 2009

prisikologi perkembangan

dalam Manajemen Peserta didik kita pun harus melihat bagaimana keadaan Prisikologi anak didik yang kita ajar. maka dari itu adanya Prisikologi Pendidikan di dalam Manajemen Peserta didik memberikan kemudahan dan pengetahuan bagaimana cara untuk mengatasi semua bentuk Prisikologi anak.

pertama-tama kita melihat Pertumbuhan seorang anak didik. untuk itu kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu Pertumbuhan. Pertumbuhan ialah perubahan yang bersifat kuantitatif mengenai aspek pisikis atau rohani. mengenai pisikis seseorang terlihat berbeda dari tampak luarnya misalnya dia lebih tampak dewasa dari segi penampilannya tetapi umurnya belum cukup untuk dia berpenampilan tersebut.


dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya memiliki banyak sekali kebutuhan,antara lainnya: kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder

kebutuhan primer yaitu kebutuhan makan,minum dan lain-lainnya. sedangkan kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan yang berwujud benda yang dapat dia gunakan dalam kegiatannya seperti, kendaraan, komputer dan lain-lainnya.


antara kebutuhan dan keinginan seharusnya kita dapat bedakan yaitu: kebutuhan yaitu yang dilakukan sehari-hari, dimana kita harus melakukan itu karena kita membutuhkannya. contohnya makan dan minum ini adalah sebuah kebutuhan yang dikukan saat kita merasa lapar, dan haus.

sedangkan keinginan yaitu sesuatu yang ingin kita lakukan yaitu ingin makan, dan keinginan kita ialah makan di restoran.

aliran Prikoper menurut Jhon Locke ialah manusia dilahirkan seperti kertas putih yang kemudian diisi dengan pengalaman. pengalaman itu sendiri antara lainnya dari pengalaman dari luar, yaitu pengalaman yang diperoleh dari panca indra kita yang menimbulkan "sensations". rasa itu timbul dari diri kita yang muncul karena adanya keinginan yang di rasakan, seperti rasa emosi. saat senang ingin tertawa rasanya bila sedang sedih menangis dan mengeluarkan air mata. dan masih banyak lagi.
pengalaman dari dalam yaitu pengalaman yang mengenai keadaaan dan kegiataan batin sendiri yang menimbulkan " Reflexsi". yaitu pengalaman yang terjadi dari pengalaman lama yang menjadikan intopeksi diri dan pembenahan diri kita.
aliran menurut Gestalt perkembangan itu adalah proses diferensasi dalam proses diferensasi ini yang primer adalah keseluruhan sedangkan bagian-bagian adalah sekunder.
aliran menurut sosilogi yaitu perkembangan sebuah proses sosialisasi anak manusia mula-mula bersifat sosial sedikit demi sedikit disosilisasikan.
perkembangan intelektual remaja
  • deduktif hipotesis
  1. mengawali pemikiran bersifat teoritis , yaitu berfikir secara teori dan pembuktian. seorang remaja dalam pembelajaran akan mengajukan sebuah teori dan pembuktian untuk memperkuat agumen yang dia sampaikan
  2. menganalisis masalah, sebelum mencari solusi seorang remaja melihat dan menganalisis masalah yang terjadi terlebih dahulu untuk mendapatkan solusi yang terbaik.
  3. mengajukan pendapat/prediksi/proposi, seorang remaja yang berfikir secara hipotesis akan menyumbangkan ide dan pendapatnya juga prediksi yang mereka ingin ajukan.
  4. mencari hubungan antara proposal

implikasi pendidikan:

  • memberikan kesempatan untuk diskusi, memberikan tugas penulisan makalah
  • mengamati kecenderungan siswa untuk berpartisipasi.
  • jangan batasi pengetahuan mereka dan kecakapan untuk memanfaatkan yang diketahui. anak remaja banyak sekali ide yang luas, saat otak mereka banyak sekali ide tersebut jangan pernah kita batasi tetapi kita arahkan juga menampungkan semua ide yang ada.
  • kadang kesulitan menangkap konsep abstrak
  • diskusi dapat membantu meningkatkan pemahaman.
  • guru perlu menjelaskan konsep yang abstrak secara simpatik
  • beri peluang untuk melakukan penjelasan
  • berikan tugas yang menantang.
  • diusahakan munculnya minat jangka panjang-relevasi dengan kehidupan masa depan.
  • materi pembelajaran mengandung nilai-nilai instristik ( bermakna bagi kehidupan)
  • pembelajaran yang melibatkan siswa scraktif
  • peluang berekspresidan berkarya
  • metode pembelajaran seperti keterampilan proses, inquri/penemuan.

konsep dasar manajemen kesiswaan

sebelum kita mengetahui apa itu manajemen kesiswaan kita terlebih dahulu apa itu Manajemen.
  • Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,pengawasan,usaha-usaha anggota organisasi dan penggunaan SDO laiinya secara efektif dan efesien untuk mencapai tujuan organisasi

Sedangkan pengertian menurut ahli-ahli yang lain adalah sebagai berikut :

1. Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel :

Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.

2. Menurut R. Terry :

Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai

sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.

3. Menurut James A.F. Stoner :

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan sumberdaya organisasi

lainnya agar mencapai tujuan organisasi tang telah ditetapkan.

4. Menurut Lawrence A. Appley :

Manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain.

5. Menurut Drs. Oey Liang Lee :

Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan

pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

http://us.geocities.com/agus_lecturer/manajemen/pengertian_manajemen.htm sedangkan pengertian dari peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan pembelajaran yang tersedia pada jalur (formal, informal, non formal) dan jenis pendidikan ( umum, kejuruan, akademik, profesi,vokasi, keagamaan,khusus). selain itu dalam arti yang luas peserta didik dapat dikatakan sebagai orang yang terkait dalam proses pendidikansepanjang hayat. dalam proses manajemen peserta didik adanya perencanaan pemilihan dan penetapan tujuan. Dalam pemilihan dan penetapan tujuan kita mengetahui langkah apa yang harus kita lakukan sebelum melaksanakan pengembangan, dengan kata lain kita memilih yang tempat, cara yang cocok untuk pengembangan peserta didik itu sendiri, selain itu juga kita menetapkan tujuan yang akan kita capai. penentuan dari Manajemen Peserta Didik antara lain :
  • strategi : maksud dari stategi ini ialah menentukan langkah dan cara apa yang tepat dalam pengembangan dan penerapan yang cocok untuk di kembangakan di sana. contohnya saja saat membangun sekolah terlebih dahulu melihat lingkungan dari sekolah tersebut apakan sekolah itu dapat di jangkau oleh kendaraan umum ataupun kendaraan pribadi. bagaimana lingkungan sekitarnya apakah kondusif untuk membangun sebuah sekolah umum di sana, itu langkah atau strategi yang kita lihat terlebih dahulu.
  • kebijakan: menentukan kebijaksanaan untuk kepentingan bersama misalnya di sekolah tersebut menerapkan masuk sekolah jam 06.30 yang telah di putuskan oleh pemerintah, apabila ada yang melanggar dari kebijakan tersebut akan mendapatkan hukuman.
  • program: dalam sekolah itu menentukan sistem pembelajaran dan program yang teratur dan rapih, dan memiliki program yang jelas dalam pelaksanaanya
  • prosedur: memiliki hak paten atas kepemilikan tanah dan mengikuti prosedur yang berlaku untuk pendirian sekolah.
  • metode: metode pembelajaran yang di gunakakan yaitu peserta didik menggunakan teknologi agar memudahkan pembelajaran mereka, selain itu juga metode pembelajaran yang dimana peserta didik di tuntut untuk meneliti.
  • sistem: perencanaan yang tepat akan membangun sistem yang baik.
  • anggaran: dana untuk pembangunan tersebut terhitung dengan tepat dan ada pula dana untuk keadaan yang tidak terduga
  • standar yang ditentukan: juga sangat mempengaruh apakah sekolah tersebut akan berstandar Internasional ataupun standar Nasional
pengorganisasian juga mempengaruhi Manajemen Peserta Didik, dalam hal ini yang harus di tentukan yaitu SDM dan juga kegiataan untuk mencapai tujuan, perancangan dan pengembangan suatu organisasi ataupun tim kerja, penugasaan tanggung jawab tertentu, pemberian kewenangan, hal tersebut mempengaruhi pengorganisasian dalam Manajemen.Pengarahan akan juga membantu untukmau bekerja berkelompok dengan bekerja kelompok akan menimbulkan kesolitan juga kekompakan. untuk membangun kekompakan tersebut harus adanya pemimpin dalam sebuah kelompok. kedisiplinan yang tinggi pun akan membangunkan semangat juga kegigihan untuk bekerja sama dan membangun perkembangan yang mengarahkan ke majuan. dalam kelompok pun juga memerlukan komunikasi yang berjalan dengan baik, jangan sampai komunikasi itu terputus, apabila terjadi akan terjadi percecokan ataupun keretakan dalam kelompok. motivasi di sini ada dua motivasi yang negatif ataupun motivasi positif. motivasi negatif adalah motivasi yang membuat seseorang untuk berfikir apa yang terjadi dalam dirinya lalu dengan sindiran ataupun ketakutan yang mereka belum bisa mereka rasakan, tetapi dapat mereka bayangkan. sedangakan motivasi yang positif yaitu motivasi yang membangun dengan memberikan semangat agar mengembangakan kreatifitas anak didik.


Minggu, 18 Oktober 2009

Artikel:
Guru di antara Tuntutan Profesi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi


Judul: Guru di antara Tuntutan Profesi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian KURIKULUM / CURRICULUM.
Nama & E-mail (Penulis): HIDAYAT RAHARJA, S.PD.
Saya Guru di SMA 1 SUMENEP
Tanggal: 8 MARET 2006


GURU DI ANTARA TUNTUTAN PROFESI DAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Di tengah terpuruknya peradaban bangsa , gencarnya informasi, dan lepasnya sekat antar bangsa lewat teknologi informasi, peran guru kian strategis untuk mengambil salah satu peran yang menopang pada tegaknya peradaban manusia Indonesia di waktu yang akan datang. Sebuah harapan yang meniscaya, tidak cukup dengan verbalitas tetapi dibtuhkan kerja professional, kreatifitas dan efektifitas untuk mencapai cita-cita yang ditargetkan.

Guru merupakan pekerjaaan yang amat mulia. Ia berhadapan dengan anak-anak manusia yang akan menentukan masa depan bangsa. Betapa berat beban yang disandangkan pada seorang guru. Peran guru yang strategis, menuntut kerja guru yang profesional, dan mampu mengembangkan ragam potensi yang terpendam dalam diri anak didik. Sedemikian besar peran guru dalam melakukan perubahan terhadap peradaban lewat anak- didik yang akan menentukan masa depan. Kondisi yang kemudian memicu terbitnya Undang Undang Guru dan Dosen untuk mensejahterakan dan memproteksi kehidupan guru. Upaya-upaya protektif untuk memayungi pofesi guru, dan pada gilirannya kelak akan memuliakan hidup manusia.

Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara peran sekolah (guru) membantu orang tua dalam hal pengetahuan terutama kognirif dan memfasilitasi berkembangnya potensi individu untuk bisa melakukan aktualisasi diri. Karenanya guru dapat diposisikan sebagai pengganti orangtua di sekolah.

Keberhasilan dunia pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran komponen yang terlibat di dalamnya; guru (sekolah), orangtua, dan masyarakat. Peran orangtua merupakan peran vital yang tidak tergantikan, karena orangtua merupakan orang yang paling banyak waktu berhubungan dengan anak Orangtua yang pertama kali mendidik anak semenjak dari dalam kandungan sampai sentuhan tangan ketika dilahirkan. Orangtua yang pertamakali mengenalkan anak pada dunia sekitarnya.

Cita-cita mulia profesi guru seperti diamanatkan Undang-Undang, bukanlah hal yang mudah untuk diraih. Persoalan ini berkelindan manakala beban profesi yang menjadi tuntutan tidak sepadan dengan pemenuhan kebutuhan hidup layak seorang guru. Di suatu daerah di Jawa Barat ada seorang guru yang pagi harinya meluangkan waktu sebagai pemulung barang bekas, sedangkan sore harinya mengajar di sebuah Madrasah Tsanawiyah Swasta. (Wanto 2005:64-65). Persoalan yang kerap mengintai pada guru honorer di berbagai daerah, terutama jika perolehan finansial mereka dibandingkan dengan beban tanggungjawab yang diembannya. Namun demikian bukan berarti bahwa gaji merupakan satu-satunya indikator untuk kesejahteraan guru dan berkaitan dengan peningkatan kinerja profesinya.

Di alam kehidupan modern dan tantangan globalisasi, menuntut adanya reorientasi terhadap profesi guru sebagai implikasi dari perubahan perubahan yang berkembang di lingkungan sekitarnya. Guru dicitrakan sebagai pahlawan tapi tanpa tanda jasa. Sesuatu yang ironis, ketika tuntan kerja professional didengungkan, sebagai pahlawan sepantasnya mendapatkan tanda jasa yang layak.

Bagaimanakah sikap profesional yang dibutuhkan seorang guru untuk mencapai terwujudnya cita-cita Pendidikan Nasional? Bagaimanakah guru menyikapi tuntutan professional dan hubungannya dengan kurikulum berbasis kompetensi?

Dalam masyarakat tradisional, seorang guru adalah seseorang yang dapat di gugu dan ditiru tindak tanduknya. Ia mengetahui tentang segala sesuatu yang tidak diketahui oleh orang lain. Sehingga guru pada saat itu menjadi satu-satunya sumber informasi dan sumber kebenaran. Rekruitment guru lebih mengedepankan kepada kualifikasi moral daripada kualifikasi akademis. Keteladanan moral menjadi penentu utama seseorang untuk mengajar. Kondisi yang memuliakan kerja atau profesi guru, tetapi juga sekaligus memberikan ekses otoritarianisnisme guru, sehingga kurang optimal untuk memberdayakan potensi yang dimiliki siswa.

Namun peran guru tidak akan dapat menggantikan peran orangtua, meski guru bertindak sebagai pendidik, karena sebagian besar peran guru di sekolah hanya sebatas mengembangkan kemampuan pengetahuan yang bersifat kognitif jauh lebih dominan. Maka, peran orangtua untuk mengembangkan kecakapann afektif dan emosional menjadi amat dominan (Madjid,2001:xi-xiii). Berdasar pada pemahaman peran strategis guru dan orangtua dibutuhkan sinergi antara keduanya untuk bias mengoptimalkan kemam[puan yang dimliki anak. Seringkali terjadi oarngtua mendtangi sekolah jika putranya ada masalah dengan lembaga atau sekolah. Suatu kebiasaan yang harus berubah baik dari sikap keterbukaan sekolah maupun orangtua. Sekolah termasuk guru sebagai pemberi layanan jasa harus siap untuk melakukan perubahan-perubahan yang memungkinkan berkembangnya potensi anak didik secara optimal.

Persoalan guru senantiasa aktual dan berkembang seiring perubahan-perubahan yang mengitari, perubahan sains, teknologi, dan peradaban masyarakatnya. Secara internal berkaitan dengan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, jaminan rasa aman, dan semacamnya. Secara eksternal; krisis etika moral anak bangsa dan tantangan masyarakat global yang ditandai tingginya kompetensi, transparansi, efisiensi, kualitas tinggi dan profesionalisasi (Sidi, 2001: 38)

Guru sebagai tenaga pendidikan secara substantif memegang peranan tidak hanya melakukan pengajaran atau transfer ilmu pengetahuan (kognitif), tetapi juga dituntut untuk mampu memberikan bimbingan dan pelatihan. Di dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 ditegaskan pada pasal 39 bahwa; tenaga pendidikan selain bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pelayanan dalam satuan pendidikan, juga sebagai tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses serta menilai hasil pembelajaran, bimbingan dan pelatihan.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Depdiknas,2005:2)

Sementara prinsip profesionalitas guru dan dosen UU No.14 tahun 2005 pasal 7 ayat 1 merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut;

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesioanlan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru

Guru sebagai tenaga professional, ahli dalam bidang (akademis) yang ditandai dengan memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang berwenang dan terakreditasi oleh pemerintah. Seseorang yang telah memiliki sertifikat mengajar, dinyatakan sebagai ahli dalam bidang akademis tertentu, memiliki hak untu mengajar dalam lembaga atau satua pendidikan. Secara akademis, seorang guru professional ia memiliki keahlian atau kecakapan akademis atau dalam bidang ilmu tertentu; cakap mempersiapkan penyajian materi (pembuatan silabus; program tahunan, program semster) yang akan menjadi acuan penyajian; melaksanakan penyajian materi; melaksanakan evaluasi atas pelaksanaan yang dilakukan; serta mampu memperlakukan siswa secara adil dan secara manusiawi.

Undang -Undang Guru No. 14 Tahun 2005 menyebutkan tentang hak dan kewajiban guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Hak seorang guru dalam tugas keprofesionalan adalah;

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan imtelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dan organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memiliki kesempatan untuk berperan mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi;dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya (Bab IV Pasal 14, halaman 6)

Dalam kewajibannya seorang guru professional dituntut untuk;

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi perserta didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa

Dalam strategi pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), guru merupakan ujung tombak untuk tercapainya kesukseksan pelaksanaannya. Guru sebagai pengelola proses pembelajaran, memiliki peran untuk mengorkestrasi potensi di sekitar lingkungan belajar. Suatu peluang yang memungkinkan untuk mengantarkan peserta didik mencapai kesuksesan hidup sesuai dengan potensi dan kemampuan yang ada. Proses pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran berpijak kepada kemampuan anak dan sarana dan prasarana yang tersedia. Tidak ada lagi penghakiman terhadap anak bodoh atau pintar, yang ada potensi apa yang dominan dalam diri anak, yang bisa dikembangkan.

Dalam teori Kuantum, Guru sebagai "Quantum Teacher, mampu mengubah potensi energi dalam diri murid menjadi cahaya bagi orang lain. Seorang guru yang bercirikan Quantum Techer, antara lain;

- Antusias; menampilkan semangat hidup
- Positif; melihat p[eluang setiap saat
- Berwibawa; menggerakkan orang
- Supel; mudah menjalin hubungan dengan beragam siswa
- Humoris; berhati lapang untuk menerima kesalahan
- Luwes; menemukan lebih dari satu cara untuk mencapai hasil
- Fasih; berkomunikasi dengan jelas
- Tulus; memiliki niat dan motivasi positif
- Spontan; dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil
- Menarik dan tertarik; mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup siswa dan peduli akan diri siswa
- Mengangap siswa mampu; percaya akan mengorkestrasi kesusksesan siswa
- Menetapkan dan memelihara harapan tingi; pedoman yang memacu pada setiap siswa untuk berusaha sebaik mungkin
- Menerima; mencari dibalik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti (De Porter.2001:115-116)

Hubungan guru dengan murid dalam pmbelajaran, sehingga bisa saling menerima dan memberi, kondisi yang memungkinkan terbangunnya komunikasi dari berbagai arah, sehingga bisa memacu siswa untuk menggali informasi. Murid berposisi sebagai subyek dan guru sebagai subyek. Kedua komponen yang akan saling bersentuhan dalam pergesekan pemikiran.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai strategi untuk mencapaisekolah yang efektif, peran guru sangat signifikan dalam pemberian atau pelaksanaan system informasi. Kemampuan guru akan turut menentukan dalam memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan orangtua terhadap perkembangan belajar anaknya di sekolah (Ditjen Dikmenum,2002:2-3). Kecakapan yang dimiliki seorang guru merupakan sebuah tuntutan dalam pemberian layanan kepada orangtua murid (masyarakat) sebagai user, pengguna jasa layanan sekolah. Maka, keberadaan sarana dan prasarana serta kebijakan di setiap sekolah akan sangat menentukan pada kinerja sistem dalam sekolah untuk mencapai efektifitasnya.

Sekolah sebagai lembaga yang memfasilitasi kebutuhan belajar, membutuhkan dukungan orangtua murid dan masyarakat. Sekolah sebagai lembaga otonom dengan komite sekolah sebagai partner kerja dapat merencanakan pengembangan sekolah sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen.

Tuntutan sikap profesionalisme guru, merupakan sebuah perkembangan aktual, ketika tuntutan kerja professional tertuang dalam Undang-Undang. Ketetapan tersebut bersifat mengikat dan mengandung sanksi apabila dilanggar. Seorang guru adalah seorang ahli dalam bidangnya, memiliki kecakapan pengetahuan akademis, juga kecakapan social, dan spiritual, sehingga bisa membawa murid ke arah perkembangan yang benar.

Dalam realitas kehidupan sekolah saat ini, masih banyak yang memisahkan antara kepribadian guru dengan tugas profesionalisme. Profesi sebagai kerja, dan pribadi sebagai privacy yang terpisah. Pada hal kepribadian seseorang akan banyak berpengaruh terhadap proses dan hasil kerja yang ditargetkan.

Manakala kerja guru professional tertuang dalam UU No.14 tahun 2005 yang diantaranya menjelaskan tentang hak dan kewajiban guru yang professional. Maka tuntutan kerja profesi tersebut menjadi sesuatu yang mutlak untuk dilaksanakan. Dalam artian bahwa pelaksanaan tersebut dalam kerangkan untuk tercapainya tujuan Sistem Pendidikan Nasional secara terncana dan terarah.

Tuntutan terhadap guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan sains, teknologi dan seni merupakan tuntutan profesi sehingga guru dapat senantiasa menempatkan diri dalam perkembangannya. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi akibat kemajuan teknologi yang memberikan banyak peluang untuk setiap orang menjadi guru bagi dirinya sendiri, artinya ia bisa mengakess aneka jenis informasi sebagai pengetahuan baru. Guru lebih diposisikian sebagai partner belajar, memfasilitasi belajar siswa sesuai dengan kondisi setempat secara kondusif.

Untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan, maka perlu dipersiapkan secara matang, dalam perencanaan pembelajaran dan penyiapan materi yang sesuai dengan kebutuhan anak dengan tetap berpijak kepada kurikulum yang menjadi acuan dan standart nasional. Ketentuan membuat silabus, program semster, program tahunan, perencanaan pembelajaran, melakukan evaluasi dan menganalisis hasil evaluasi adalah wajib. Kewajiban administratif tersebut menjadi mutlak ketika mengacu kepada UU No.14 Tahun 2005 pasal 20. Ini persoalan kerja professional yang dapat berimplikasi luas bukan hanya terhadap guru tetapi juga bagi peserta didik dan orangtua murid yang menikmati jasa layanan sekolah. Jika guru mengabaikan kewajiban tersebut, maka dapat diartikan melanggar Undang-undang. Pelanggaran terhadap Undang-undang implikasinya akan dapat menuai sangsi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam kerja professional guru dituntut untuk bisa melayani murid sebagai subyek belajar dan memperlakukannya secara adil, melihat keberbedaan sebagai keberagaman pribadi dengan aneka potensi yang harus dikembangkan. Maka hubungan antara guru dengan murid merupakan pola hubungan yang fleksibel, ada kalanya guru menempatkan diri sebagai patner belajar siswa, saat yang lain sebagai pembimbing, dan berposisi sebagai penerima informasi yang belum diketahuinya. Disinilah pembelajaran berlangsung dalam sebuah orkestrasi pembelajaran yang melihat segala sesuatu di sekitar guru sebagai pembelajar sebagai potensi untuk mencapai kesuksesan belajar

Ukuran kesuksesan kerja professional bagi seorang guru dapat dilihat dari target yang ingin dicapai dalam pembelajaran, serta kemampuan mengoptimalkan fasilitas belajar dan kondisi setempat. Bahwa umumnya keterbatasan menumbuhkan kreatifitas pembelajaran. Ketika tujuan Sistem Pendidikan Nasional ingin mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Pasal 3 UU.No.20 Tahun 2003), maka kerja profesionalisme guru harus dilandasi oleh nilai dan tujuan sistem pendidikan nasional . Disinilah peran ketauladanan guru tetap dibutuhkan sebagai pembimbing dan pendamping anak didik atau siswa.

Kerja professional seorang guru, yang ahli dalam bidang keilmuan yang dikuasainya dituntut bukan hanya sekedar mampu mentransfer keilmuan ke dalam diri anak didik, tetapi juga mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri poserta didik. Maka, bentuk pembelajaran kongkret dan penilaian secara komprehensif diperlukan untuk bisa melihat siswa dari berbagai perspektif. Persiapan pembelajaran menjadi sesuatu yang wajib dikerjakan, dan pelaksanaan aplikasi dalam kelas berpijak kepada persiapan yang telah dibuat dengan menyesuaikan terhadap kondisi setempat atau kelas yang berbeda. Kepedulian untuk mengembangkan kemampuan afektif, emosional, social dan spiritual siswa, sesuatu yang vital untuk bisa melihat kelebihan atau keungulan yang terdapat dalam diri anak. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan menemukan aktualisasi sehingga tumbuh rasa percaya diri.

Kepedulian terhadap pengembagan potensi yang dimiliki murid merupakan sebuah kebutuhan, ketika kerja guru professional masih menempatkan dirinya satu-satunya sumber informasi dan sumber kebenaran. Sikap semacam ini bisa menjadi senjata boomerang yang akan menciderai citra guru. Jika guru mengatakan anak-anak gagal menyerap informasi yang disampaikan, secara implikatif menyiratkan kegagalan guru dalam menyampaikan informasinya. Evaluasi tidak hanya mengukur kemampuan siswa dalam menyerap informasi tetapi juga mengevaluasi keberhasilan guru dalam pembelajaran. Dari sini, sebenarnya dapat terbangun interaksi antara guru dengan siswa dan dengan orangtua. Kegagalan pembelajaran dapat bersumber dari siswa dan dapat pula bersumber dari guru yang bertindak sebagai aktor dalam pembelajaran.

Apabila kegagalan pembelajaran disebabkan oleh guru karena perencanaan yang tak terarah atau tanpa persiapan pembelajaran yang kondusif, guru telah melanggar Undang-Undang, sehingga bisa dituntut di depan hukum. Sebuah tuntutan kerja professional yang tertuang secara tegas dalam UU No.14 Tahun 2005, tetapi pemberian hak (terutama bagi guru honorer) diserahkan pada kesepakatan bersama antara guru dengan lembaga pendidikan bersangkutan. Artinya lembaga pendidikan non pemerintah bisa mengabaikan hak-hak guru professional yang tertuang dalam Undang-undang. Sementara UU diberlakukan kepada guru professional baik yang bekerja di lembaga pendidikan milik Pemeriintah atau Lembaga Pendidikan Swasta.

Dilaksanakannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) guru memiliki peran strategis untuk berperan serta dalam penentuan kebijakan di level sekolah karena sebagai stakeholder , guru sebagai patner kepala sekolah dalam mengelola sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan yang diinginkan bersama secara efektif. Suatu peluang yang memungkinkan untuk mengembangkan profesinalisme guru, bukan hanya sekedar pentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga berperan dalam turut mengembangkan kemajuan sekolah.

Secara implikatif sikap profesionalisme guru dibutuhkan dalam upaya strategis untuk terlaksana dan tercapainya tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi, dimulai dari implikasi dalam kelas. lebih jauh akan berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang berlangsung dalam sekolah. Suatu sistem yang mencerminkan amanat Undang-Undang untuk memanusiakan manusia, terciptanya pendidikan yang demokratis dan berwawasan kebangsaan. Berkembangnya potensi manusia Indoensia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tanpa lupa mengembangkan kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotriknya.

Profesionalisme guru merupakan tuntutan kerja seiring dengan perkembangan sains teknologi dan merebaknya globalisme dalam berbagai sector kehidupan. Suatu pola kerja yang diproyeksikan untuk terciptanya pembelajaran yang kondusif dengan memperhatikan keberagaman sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan.

Untuk mencapai kepada tujuan pendidikan yang diutarakan dalam undang-undang sisdiknas, maka sikap professional menjadi kebutuhan pemerintah dalam rangka efisiensi dan efektifitas, dan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan pendidikan untuk berkembangnya potensi peserta didik sesuai dengan bakat dan kemapuannya. Untuk diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang serta kerja yang terarah, sehingga bisa dilakukan evaluasi baik ditingkat kelas atau dalam lembaga. Sikap profesionalisme yang menunut keahlian akademik, kecakapan mental, social, dan spiritual. Hal ini amat dibutuhkan ketika guru hanya dipandang sebagai pentransfer ilmu pengetahuan. Sementara berbagai kasus moral di kalangan siswa seringkali dituduhkan akibat gagalnya proses pendidikan yang dilakukan oleh guru atau pihak sekolah. Kerja professional menjadi suatu kebutuhan ketika Undang Undang Guru secara harfiah mencantumkan hak-hak yang haruis didapatkan seorang guru, maka sudah sepatutnya kalau Undang-undang tersebut berlaku tegas bagi seluruh komponen pendidikan.

Di tengah antusiasme pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, kerja professional guru semakin signifikan. Dengan menjadikan keanekaragaman sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perunbahan, dan keterbatasan sebagai peluang untuk melakukan inovasi pembelajaran yang kondusif, sehingga kemampuan atau potensi energi yang dimiliki oleh setiap anak bisa menjadi cahaya terang benderang yang mencahayai orang lain. Tuntutan kerja professional guru untuk bersikap lebih arif dan bijaksana dalam memandang persoalan dan melakukan pembelajaran.

*penulis adalah guru SMA 1 Sumenep, eseis dan penulis lepas.



Artikel:
Subsidi Pendidikan, Buat Siapa?


Judul: Subsidi Pendidikan, Buat Siapa?
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian SISTEM PENDIDIKAN / EDUCATION SYSTEM.
Nama & E-mail (Penulis): Khaerul Khakim
Saya Mahasiswa di STAIN Pekalongan
Topik: pendidikan itu membutuhkan
Tanggal: 30 Agustus 2005


Subsidi Pendidikan, Buat Siapa?
Oleh:Khaerul Khakim*

Rencana pemerintah untuk menggratiskan biaya sekolah, patut disambut dengan gembira. Dan, mungkin inilah yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat pada umumnya di seluruh penjuru nusantara. Lagipula, planning untuk mengalokasikan subsidi BBM ke sektor pendidikan itu, tampaknya telah sepakati oleh beberapa fraksi di dewan perwakilan rakyat. Kabar tersebut seperti diberikatakan oleh bebarapa media elektronik dan cetak nasional beberapa waktu yang lalu.

Namun pertanyaan yang mengganjal di hati saya adalah, mampukah mutu pendidikan menjadi lebih meningkat hanya dengan membebaskan biaya pendidikan formal? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa setidaknya upaya itu ditempuh untuk mencegah bertambahnya para anak muda yang drop out, putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan sekolah yang lebih tinggi lagi.

Akan tetapi, di sisi lain, anak usia sekolah yang mogok belajar bisa jadi disebabkan karena kurang perhatian dan dukungan dari orang tua dan masyarakat sekitar. Sehingga anak tidak mempunyai motivasi dan cita-cita yang mantap. Juga masih maraknya anggapan kuno dari masyarakat yang menyatakan bahwa buat apa bersekolah tinggi-tinggi, kalau pada akhirnya pekerjaan yang cocok sulit diperoleh alias menjadi penggangguran setelah lulus sekolah.

Selain itu, pemerintah kurang peka terhadap perkembangan di sekolah-sekolah. Karena jarangnya pemerintah --khususnya yang bergelut di bidang pendidikan-meluangkan waktunya untuk meninjau lokasi sekolah, maka pihaknya tidak tahu secara persis situasi dan kondisi lingkungan sekolah. Padahal ada hal-hal yang perlu diperbaharui di sana, misalnya saja, ada beberapa bangunan fisik sekolah yang sangat memprihatinkan, bahkan tak pantas disebut sebuah sekolah ini. Ditambah pula dengan minimnya tenaga pendidik, terutama di daerah pelosok yang sulit dijangkau plus alat-alat sekolah yang kurang memadai.

Perlu diketahui bahwa yang namanya pendidikan itu merupakan suatu usaha dilakukan oleh seseorang untuk dapat menggali potensi diri yang dimilikinya yang berupa intelektual, skill dan mengembangkan kepribadiannya. Dari itu, sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan diharapkan dapat membantu (bukan menciptakan) terwujudnya kompetensi-kompetensi yang ada pada diri siswa. Hal ini seperti yang dinyatakan Drost bahwa sekolah itu bertugas sebagai pembantu orang tua dalam hal pengajaran (bukan pendidikan). Maka, di sinilah peran guru sangat mutlak diperlukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang sebenarnya.

Oleh karenanya, guru yang baik, tidak hanya menjadi pengajar yang handal saja. Lebih dari itu, ia juga mampu menjadi pendidik, pembina dan pelatih yang baik pula. Dengan begitu, interaksi yang harmonis antara guru dan siswa akan berjalan dengan semestinya. Jika sudah demikian, maka proses pengalihan ilmu pengetahuan dari guru kepada para siswanya dapat dilakukan tanpa menemui banyak kesulitan. Akan tetapi, untuk mewujudkan hal demikian itu, diperlukan bantuan orang tua siswa, masyarakat dan pemerintah yang kelak akan menciptakan sebuah sekolah unggul.

Untuk dikatakan sekolah unggul, Syaiful Sagala (2004) menyatakan bahwa sekolah harus mampu mengidentifikasikan keinginan dan membuat daftar kebutuhan melalui proses analisis kebutuhan, seperti para siswa menginginkan agar kegiatan belajar dapat memberikan ilmu pengetahuan dan ketrampilan secara mudah dan suasana belajar yang menyenangkan, guru menginginkan tersedianya fasilitas dan sarana belajar yang cukup, orang tua siswa menginginkan hasil belajar anaknya sesuai dengan biaya yang dikeluarkan orang tua dan pemerintah, dan masyarakat menginginkan agar hasil belajar mempunyai kemampuan dan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.

Sekali lagi, agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan tertib, maka salah satu hal yang tidak boleh dilupakan ialah menyangkut biaya pendidikan untuk melengkapi piranti pendukung belajar di sekolah yang digunakan oleh guru dan siswa. Sebab, belajar tanpa disertai dengan media pendidikan dan pengajaran akan menjadi faktor penghambat dalam proses belajar-mengajar. Juga semangat belajar pun akan semakin turun sedikit demi sedikit.

Nah, untuk itulah, pemerintah sewajarnya bisa membantu dalam hal tersebut semaksimal mungkin. Karena itu, agar upaya pemerintah untuk membantu pendidikan gratis, (atau lebih tepatnya meringankan biaya pendidikan) ini tidak mubazir, sepatutnya perlu dipandang beberapa hal: yakni, pertama, disadari atau tidak, yang namanya pendidikan itu memang mahal, jika melihat konteks bahwa pendidikan (baca: mencari ilmu pengetahuan) itu wajib bagi setiap orang semasa hidupnya, tidak hanya dibatasi sembilan tahun saja. Karena itu, pihak terkait berusaha untuk menyalurkan dana pendidikan sedemekian rupa agar dengan tepat sasaran.

Kedua, subsidi pendidikan dialokasikan sebaiknya tidak hanya diperuntukkan terbatas pada siswa sekolah saja, melainkan juga untuk kesejahteraan guru (atau bahkan orang tua/wali siswa?). Jangan lupa, seorang guru pun bisa saja tidak mampu mencukupi kebutuhan pimer sehari-harinya. Ini juga untuk menghindari adanya 'kecemburuan sosial' terhadap anak didiknya. Jika persoalan ekomomis guru terbantukan, -untuk tidak dikatakan terpenuhi-maka setidak-tidaknya akan tumbuh semangat yang menyala untuk memotivasi siswa agar terus maju dan giat belajar dan bekerja.

Ketiga, siswa yang berprestasi -tanpa memandang tingkat status ekonomi-layak diberi award, penghargaan, misalnya berupa beasiswa melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri. Contoh semacam ini akan menjadi pemicu bagi siswa yang lain, utamanya dari golongan yang the haven't, kurang mampu, untuk bisa mengejar ketertinggalannya, dalam bidang akademik dan non akademik.

Keempat, perlu adanya jalur khusus bagi siswa yang memiliki bakat dan minat yang berbeda, umpamanya dengan cara memberikan sejumlah ketrampilan yang diminatinya. Ini untuk mencegah tekanan jiwa pada siswa yang hanya memiliki kemampuan intelejensi yang biasa-biasa atau pas-pasan saja, sehingga bisa menyalurkan skill yang tampak menonjol dalam dirinya dan bahkan potensi belum muncul sekalipun.

Kelima, pemerintah, secara formal atau nonformal, minimal sekali-kali meninjau, mengontrol, memonitoring kebijakan yang telah dilontarkannya itu dari jarak dekat. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah subsidi itu sudah digunakan dengan semestinya atau tidak. Dengan demikian, peristiwa yang tidak diinginkan dapat mencemarkan citra pendidikan, dapat sedini mungkin dicegah.

Dua Kemungkinan

Seandainya pendidikan gratis itu benar-benar direalisasikan, diprediksikan ada dua kemungkinan yang akan muncul, yakni dampak positif dan negatif. Kemungkinan pertama, pendidikan yang diperoleh secara tanpa mengeluarkan biaya, semestinya malah menjadikan faktor untuk meningkatkan pendidikan yang berkualitas. Sebab, orang tua siswa tidak terlalu bersusah payah mengeluarkan sejumlah besar dana untuk membiayai anaknya di sekolah sehingga mereka bisa berkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka sendiri.

Lalu, agar subsidi itu dimanfaatkan sesuai dengan rencana, maka subsidi seyogianya bukan berupa segepok uang yang diberikan langsung kepada siswa, tetapi alangkah baiknya disalurkan langsung ke sekolah, dan sisanya dalam bentuk buku-buku pelajaran atau bahan bacaan penjunjang. Dan, jika terpaksa subsidi harus dicairkan dalam bentuk sejumlah uang, seharusnya tetap dikontrol oleh pihak sekolah dan orang tua siswa mengenai penggunaan dana sumbangan pendidikan tersebut.

Selanjutnya, kemungkinan kedua, pendidikan gratis dari pemerintah itu bisa jadi membuat mutu pendidikan akan semakin menurun atau sama seperti sebelumnya. Pasalnya, mereka, para siswa dan orang tua yang minim tingkat ekonominya, berpikir bahwa mengenyam pendidikan sekolah itu ternyata gampang, sehingga dalam belajar pun siswa menjadi asal-asalan. Maka dari itu, perlu juga diberikan sanksi bagi siswa yang meremehkan, malas belajar hingga berkali-kali harus 'mandeg' di kelas. Demikian juga orang tua siswa perlu diberi pengertian dan peringatan agar selau membina dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan prestasi belajar anaknya di rumah.

Mencermati kemungkinan-kemungkinan tersebut, agaknya program pendidikan gratis bagi kaum miskin kota dan desa, menurut hemat saya, perlu dikaji ulang sebelum dan sesudah launching ke masyarakat. Meskipun, diakui rencana itu baik dan dibutuhkan, namun hal penting yang harus dilakukan oleh berbagai pihak -kelurga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah-- ialah menyaksikan bagaimana praktik riilnya nanti lapangan, apakah berjalan di atas rel telah ditetapkan atau malah keluar dari jalur yang semestinya. Karena, jika pendidikan gratis hanya berorientasi utama agar anak itu bisa sekolah saja, dengan alat dan biaya secukupnya pun hal itu bisa diwujudkan.

Tetapi lebih dari itu, bagaimana pula agar siswa atau anak didik mampu mandiri -tidak terus-menerus menggantungkan bantuan-- dengan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya, sehingga pasca tamat sekolah ia dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, atau menyalurkan ketrampilannya di suatu instansi, atau mungkin menjadi wiraswasta dengan membuka usaha sendiri yang modalnya diberikan (bukan dipinjamkan) oleh pemerintah secara cuma-cuma. Pendeknya, dengan semua itu, diharapkan anak muda usia yang tidak dapat merampungkan sekolah dan tidak mampu melanjutkan studi serta belum memperoleh pekerjaan yang cocok, sedapat mungkin diminimalisir.

Dengan kata lain, sekolah berfungsi sebagai wadah untuk memperoleh segala ilmu pengetahuan dan membentuk sikap kepribadian yang unik dalam setiap anak jiwa anak didik yang sedang mengalami masa pertumbuhan. Dan, ini juga merupakan tanggung jawab sekolah untuk bekerja bersama para orang tua mengoptimalkan potensi siswa agar mendapat manfaat dari proses belajar di sekolah.

Kemudian dengan adanya potensi-potensi yang itulah, maka siswa diusahakan mampu menemukan solusi yang efektif atas masalah pribadi, dan kelompok atau komunitas baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat dengan memfungsikan sumber daya pengetahuan yang dikuasainya. Berkenaan dengan hal ini, tampaknya kata-kata dari Jerome S Arcaro patut direnungkan, bahwa "tujuan sekolah adalah untuk menemukan apa yang tidak berjalan dan memperbaikinya sebelum hal tersebut menjadi masalah yang bertambah besar". Ini berarti, sekolah diyakini sebagai problem solver, dan juga pencegah problem agar tidak menjelma menjadi problem lebih parah lagi.

*Penulis adalah mahasiswa aktif Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan semester IX.